MetroVisi.com, Kupang-NTT Kisruh kuota pengiriman sapi yang belum mencapai 50 persen hingga saat ini, Asosiasi Himpunan Pengusaha Peternak Sapi dan Kerbau (HP2SK) NTT, mendatangi Kantor Dinas Peternakan Kabupaten Kupang, Senin (28/10).
Kedatangan HP2SK NTT ini, dipimpin oleh Ketua HP2SK NTT, Tono Sutami, didampingi Wakil Ketua David Anunu, Sekretaris HP2SK NTT, Agus Bambang Irwantoro, dan sejumlah pengurus serta anggota HP2SK NTT.
Kedatangan Asosiasi HP2SK NTT ini, untuk menemui langsung Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Kupang, menanyakan seputar polemik usaha peternakan sapi, terkait lambannya vaksinasi, realisasi kuota pengiriman sapi yang belum mencapai 50 persen, serta standarisasi harga yang dinilai sepihak dilakukan oleh dinas peternakan.
Dalam Pertemuan ini, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Kupang, Ir Pandapotan Siallagan, Msi didampingi Sekretaris Disnak Kupang, berdiskusi bersama pengurus HP2SK NTT di salah satu ruangan di Kantor Disnak Kupang, untuk mencari solusi terkait sejumlah polemik.
Ketua HP2SK NTT, Tono Sutami, usai berdiskusi bersama dengan Kadis Peternakan Kabupaten Kupang, menjelaskan, kedatangan HP2SK NTT ke Disnak Kupang ini, sebagai salah satu bentuk kepedulian HP2SK sebagai sebuah asosiasi pengusaha dan peternak, dalam memperjuangkan kesejahteraan bersama, baik peternak dan pengusaha, yang tentunya berdampak pula pada peningkatan pendapatan daerah.
“Ada kisruh terkait kuota, regulasi, serta terlambatya vaksinasi, sehingga kami sebagai sebuah Asosiasi HP2SK NTT perlu datang ke sini untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama. Pada prinsipnya HP2SK NTT berjuang untuk kesejahteraan bersama, baik itu kesejahteraan peternak, pengusaha, dan bagi peningkatan PAD, tentunya dalam hal regulasi, harus transparan, agar tidak menimbulkan kecurigaan satu dengan yang lainnya,” ungkap Tono
Terkait realisasi kuota pengiriman sapi yang belum mencapai 50 persen, Tono pun menambahkan, Dinas Peternakan Kabupaten Kupang, perlu mengambil solusi yang bijak, agar sebelum akhir tahun, realisasi kuota dapat terpenuhi.
“Kabupaten Kupang mendapatkan kuota pengiriman sapi sebanyak 14 ribu ekor, namun sampai saat ini, realisasinya baru dibawah 50 persen, dan masih tersisa sekitar 7 ribu ekor sapi yang belum dikirim. Padahal jika dibandingkan tahun-sebelumnya, biasanya pada bulan Oktober ini sudah terealisasi sekitar 80 persen. Namun kenapa belum mencapai 50 persen sampai saat ini? Ini yang harus disikapi oleh dinas peternakan, karena jika tidak mampu terealisasi, maka dikhawatirkan akan berdampak pada pengurangan kuota pada tahun yang akan datang. Ini akan berdampak pada menurunnya ekonomi kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi para peternak,” sambung Tono.
Sementara itu, terkait hasil diskusi bersama Disnak Kupang, Sekretaris HP2SK NTT, Agus Bambang Irwantoro, menjelaskan bahwa Dinas Peternakan Kabupaten Kupang menyetujui saran dari HP2SK NTT agar dalam penerapan regulasi harus transparan dan melibatkan pihak-pihak independen, agar tidak terjadi saling curiga.
“Prinsipnya Dinas Peternakan menyambut baik saran kami, bahwa selalu mengedepankan transparansi dalam penerapan regulasi. Seperti, regulasi perijinan pengiriman sapi, terkait bobot sapi harus 275 kilogram, maka saat penimbangan sapi, harus transparan, melibatkan pihak independent, dengan melibatkan asosiasi HP2SK, Pol PP dan pihak-pihak terkait, agar proses penerapan regulasinya betul-betul transparan dan tidak ada saling curiga antara peternak, maupun antar pengusaha. Saran kami ini disetujui oleh dinas, dan akan segera ditindaklanjuti. Begitulah janji dari kepala dinasnya saat diskusi bersama,” ungkap Agus.
Pengurus HP2SK NTT lainnya, Damaris Tokan, sebagai Ketua Bidang Agribisnis HP2SK NTT berharap agar penerapan regulasi perijinan dapat diterapkan secara adil, agar sisa kuota yang belum terealisasi tersebut dapat terpenuhi dengan asas keadilan dan tranparansi.
“Kuota pengiriman sapi masih tersisa sekitar 7 ribu ekor lebih. Sehingga kami berharap agar ada keadilan dalam penerapan ijin kuota tersebut, dan tidak pilah-pilah. Artinya harus betul-betul transparan. Jika ijin bobot sapi 275 kilogram, maka harus diterapkan secara merata, sehingga perlu melibatkan banyak pihak saat proses perijinan, mulai dari penimbangan, hingga proses pengiriman, agar tidak menguntungkan satu pihak saja, tetapi adil bagi semua peternak, maupun pengusaha,” harap Damaris. (MV-red)